Allah Swt. berfirman:
“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka
ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.”
(QS. Fushilat (41): 49).
Usai shalat berjamaah, Rasulullah lalu bercerita tentang masalah
rezeki kepada para sahabatnya yang diundang itu.
“ini kisah yang disampaikan oleh MalaikatJibril, boleh
aku bercerita?” tanya Nabi.
Para sahabat pun langsung mengiyakan dengan penuh antusias.
Lalu, berceritalah Nabi Saw. tentang Nabi Sulaiman yang sedang
shalat di tepi pantai. Sulaiman melihat seekor semut berjalan
di atas air sambil membawa daun hijau seraya memanggil katak.
Setelah itu, muncullah katak dan menggendong semut menuju
dasar laut.
Apa yang terjadi di dasar laut? Semut
bahwa di dasar laut itu berdiam seekor ulat
yang soal rezekinya dipasrahkan kepada semut
itu. “Sehari dua kali aku diantar malaikat ke
dasar laut untuk memberi makanan kepada ulat,
” kata semut.
“Siapa malaikat itu?” tanya Nabi Sulaiman As.
“Ya yang menjelma menjadi katak itu,” jawabnya.
Setiap usai menerima kiriman daun hijau dan memakannya,
si ulat mengucapkan syukur kepada Allah.
“Maha Besar Allah yang menakdirkan aku hidup di dalam laut,
” kata ulat. Di akhir ceritanya, Rasulullah Saw. lalu berkata, “Jika ulat yang
tinggal di dasar laut saja Allah masih tetap memberinya makan,
apakah Allah tega menelantarkan umat Muhammad soal rezeki
dan rahmat-Nya?” tandas Rasulullah.
Kisah senada dapat pula kita simak. Syekh Imam az-Zahidi pada
suatu hari ingin sekali membuktikan bahwa rezeki setiap
makhluk itu memang betul-betul telah ditanggung Allah Swt.
Ia segera pergi ke hutan, lantas naik ke sebuah bukit
dan memasuki gua. Kemudian dia duduk manis di dalamnya
seraya memperbanyak tasbih sebagaimana kebiasaannya
sehari-hari. Dia pun ingin sekali melihat dengan mata
kepalanya sendiri, bagaimana Allah memberi rezeki
kepadanya. Ketika itu, dia juga berniat tidak akan memakan
apa pun kecuali jika makanan itu masuk sendiri ke dalam
mulutnya tanpa dengan suatu usaha.
Setelah keberadaannya dalam gua itu dirasakan cukup lama
, dan perutnya mulai merasakan lapar, tiba-tiba saja dia
melihat sebuah kafilah yang tersesat, hujan pun turun
dengan lebatnya, sehingga memaksa rombongan itu
mencari tempat berteduh. Anehnya, yang ditemukan
mereka justru gua yang dimasuki az-Zahidi tersebut.
Setelah mereka memasuki gua seluruhnya, sejenak
kemudian mereka terkejut melihat az Zahidi. Maka,
segeralah mereka memanggilnya, “Hai penghuni gua!”
Namun, az-Zahidi hanya diam, berpura-pura tidak
mendengar dan malah berlagak seperti orang kedinginan.
“Mungkin saja orang ini kedinginan hingga tidak
mampu untuk berbicara,” ucap seorang di antara kafilah itu.
Mereka segera mengumpulkan sampah-sampah gua untuk
dibakar di dekat az-Zahidi dengan maksud agar badannya
menjadi hangat. Setelah itu, mereka mengajak berbicara
lagi, namun sepatah kata pun tidak keluar dan mulutnya.
Maka, seseorang di antara mereka mengatakan, “Mungkin
saja dia telah lama kelaparan.”
Sejenak kemudian, yang lain mengambil makanan yang
ditaruhkan pada sebuah piring dan langsung disodorkan
tepat di muka az-Zahidi. Lagi-lagi dia tidak bereaksi.
Maka, seseorang berkata lagi, “Kita buatkan saja susu
panas dan bekal kita dan kita bubuhi gula agar terasa
lebih nikmat dan mudah ditelan.”
Beberapa saat kemudian segelas susu telah tersaji
di gelas yang begitu mengundang selera. Ternyata,
azZahidi tetap saja diam tidak bergerak. Malah seorang
lagi mengatakan, “Wahai kawan, aku lihat mulutnya
begitu rapat terkatup, mungkin saja dia kesulitan
membukanya karena terlalu lama kedinginan,
untuk itu tolong kalian mengambil pahat, kita
congkel saja mulutnya agar bisa kita masuki
makanan.”
Maka segera saja dua orang maju di samping az-Zahidi
dengan membawa sebuah pahat untuk mencongkel
mulutnya dan segera menjejali makanan ke dalamnya.
Tepat saat ujung pahat tersebut telah menyentuh bibir
az-Zahidi, gelak tawanya tidak tentahank n lagi.
Mereka pun terkejut seraya mengatakan, “Gila kau!”
“Tidak, aku tidak gila, aku hanya ingin membuktikan
bagaimana Allah betul-betul memberikan rezeki pada
setiap hamba-Nya. Kesemuanya, kini telah terbukti
bahwa Allah sungguh telah membagi rezeki
hamba-hamba-Nya di mana pun berada,
oh… hatiku kini betul-betul begitu mantap,”
begitu az-Zahidi mengatakan pada mereka.
“… Barangsiapa bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya rezeki
dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barang siapa yang bertawakkal
kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan) nya. Sesungguhnya, Allah melaksanakan
artisan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah
telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
(QS. ath-Thalaaq [65]: 2-3).
Pernah pula, pada suatu hari dua orang yang sama-sama
buta duduk menghadang Ummu Ja’far yang terkenal
sebagai seorang ibu dermawan. Keduanya bermaksud
agar mendapatkan sedekah darinya. Orang buta
satunya sudah berkeluarg
a dan mempunyai banyak anak, maka dia lantas
berdoa, “Ya Allah, berilah aku kemurahan
rezeki-Mu yang begitu luas itu.”
Yang satunya lagi belum kawin, dan ketika itu
dia berdoa, “Ya Allah, murahkanlah hati
Ummu Ja’fan agar mau bersedekah kepadaku.”
Di saat itu, ternyata Ummu Ja’far telah berada
di depan meneka hingga mendengar sendiri
doa masing-masing orang buta itu. Begitu
tersanjung hati Ummu J a’far ketika mendengar
doa orang buta lajang ini, sehingga langsung saja
dia memberi dua bungkus roti beserta ayam
panggang sebagai lauknya yang di dalamnya
disisipi uang tiga ratus dinar, namun dia tidak
memberi tahu mengenai barang atau jumlah
uang yang diberikannya. Sementara itu,
si buta yang berdoa dengan mengandalkan
kemurahan Allah hanya diberi uang dua
dirham, itu saja.
Syahdan, Si buta yang menerima ayam panggang
dan dua bungkus roti, ketika itu masih merasa
kenyang hingga mengatakan pada seorang
kawannya tadi, “Hai kawan, aku masih kenyang,
untuk itu akan lebih baik jika kau beli saja
makanan pemberian Ummu Ja’far ini,
bagaimana?” desak si lajang.
“Berapa harganya?” tanya yang berkeluarga.
“Cukup dengan dua dirham pemberian
Ummu Ja’far tadi,” jawab Si lajang.
Peristiwa ini berjalan biasa-biasa saja. Namun,
setelah satu bulan berlalu si lajang pun meminta
Sedekah lagi pada Ummu Ja’far. Kali ini, kecurigaan
Ummu Ja’far sudah tidak bisa ditutupi lagi, maka
segera saja ia bertanya, “Tidakkah cukup uang
tiga ratus dinar untuk membiayai hidupmu yang
masih lajang itu dalam jangka dua bulan?”
Mendengar jawaban ini, si lajang terbengong-
bengong seraya mengatakan, “Ibu kan dulu
hanya memberikan dua bungkus roti dan
seekor ayam pang gang, dan itu pun telah
kujual pada kawanku yang telah berkeluarga
tersebut.”
Sekarang, ganti UmmuJa’far yang kebingungan.
Sesaat kemudian, ibu itu mengatakan, “Memang
benar ucapan kawanmu yang telah berkeluarga
itu, dia telah memohon kepada Allah agar
dimurahkan rezekinya, ternyata Allah telah
memperkenankan doanya hingga Dia memberinya
rezeki tanpa diduga sebelumnya. Sedangkan,
kau sendiri meminta kepadaku untuk bermurah
hati, namun Allah tidak menghendaki dirimu
berkecukupan sehingga terjadilah apa yang
seharusnya terjadi,” begitu nasihat UmmuJa’far.
Dan kisah-kisah di atas, kita bisa mengambil
pelajaran berharga agar kita mengerti bahwa
kaya dan miskin itu sudah ditetapkan Allah.
Dia telah menentukan nasib seluruh manusia
dengan bagian rezekinya masing-masing.
Karena itu, tepatlah bila Syekh al-’Izz bin
Abdis Salam al-Mishri pernah berkata:
“Allah Swt. telah menciptakan manusia
dalam berbagai derajat dan lapisan,
dengan maksud agar orang yang kaya
bisa menyuruh pihak orang miskin.
Hal demikian merupakan bentuk
keadilan Allah. Jika tidak ada
kebijaksanaan seperti itu, siapa yang
akan mengerjakan sawah, ladang, bekerja
di pabrik-pabrik, atau yang mau menjadi
suruhan dengan upah sepantasnya. Keha
rmonisan seperti ini tiada lain agar kemaslahatan
umat tercipta, di samping untuk menguji agar
dapat diketahui mereka yang ulet dalam
menghadapi kehidupan ini dan mereka yang
sabar dan ridha dalam menghadapi
qadha’ dan qadar-Nya.”
Apa yang dikatakan oleh Syekh al-’Izz bin
Abdis Salam al-Mishri tersebut tentu akan
mengingatkan kita tentang hikmahnya
mengapa Allah Swt. menjadikan golongan
tertentu kaya dan golongan yang lain miskin.
Di antara rujukan yang bisa kita dapat adalah
uraian HerbertJ. Gans dalam
The Uses of Poverty, yang menyebutkan
fungsi seseorang dijadikan miskin yang
dikaitkan pula dengan adanya
orang-orang kaya.
Di antara fungsi atau jasa-jasa orang
miskin— sebagaimana yang disebutkan
oleh Herbert J. Gans— adalah: (1) kemiskinan
(orang-orang miskin) bermanfaat untuk menyubsidi
berbagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan
satu sama yang lain; (2) kemiskinan adalah
menyediakan tenaga kerja, artinya mana
mungkin orang mau bekerja bila tidak
sangat membutuhkan; (3) kemiskinan
dapat menambah atau memperpanjang
nilai guna barang atau jasa. Tidakkah
Anda pernah menyaksikan di televisi,
bagaimana senangnya orang-orang
yang terkena gempa dan menjadi
miskin menerima bantuan
pakaian-pakaian bekas?;
(4) kemiskinan adalah memperteguh
status sosial orang-orang kaya; dan
(5) kemiskinan dapat menyediakan
lapangan kerja.
No comments:
Post a Comment