Thursday, January 6, 2011

Jangan Berputus Asa pada Rezeki Allah

Written by Chikai Putry   

“Janganlah berputus asa pada rezeki Allah,” pesan 
Imam Ahmad bin Hambal. Pesan imam mi bukan tanpa
 bukti. Diceritakan tentang kisah Rasulullah Saw mengenai
 seekor ulat yang hidup di dasar laut atas rezeki Allah Swt.
 Ketika itu, Rasulullah sedang mengadakan acara walimatul 
‘ursy dengan seorang wanita sebagai istrinya. Saat para 
sahabat yang diundang menyaksikan makanan yang dijamukan
 Rasulullah, mereka membincangkan dan mana Rasulullah akan
 menghidupi istri-istrinya. Maklum, jamuan walimahnya saja
 begitu sederhana
Allah Swt. berfirman:
“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka
 ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.”
 (QS. Fushilat (41): 49).


Usai shalat berjamaah, Rasulullah lalu bercerita tentang masalah
 rezeki kepada para sahabatnya yang diundang itu. 
“ini kisah yang disampaikan oleh MalaikatJibril, boleh 
aku bercerita?” tanya Nabi. 
Para sahabat pun langsung mengiyakan dengan penuh antusias. 
Lalu, berceritalah Nabi Saw. tentang Nabi Sulaiman yang sedang
 shalat di tepi pantai. Sulaiman melihat seekor semut berjalan
 di atas air sambil membawa daun hijau seraya memanggil katak. 
Setelah itu, muncullah katak dan menggendong semut menuju 
dasar laut.
Apa yang terjadi di dasar laut? Semut 
bahwa di dasar laut itu berdiam seekor ulat
 yang soal rezekinya dipasrahkan kepada semut
 itu. “Sehari dua kali aku diantar malaikat ke 
dasar laut untuk memberi makanan kepada ulat,
” kata semut.
“Siapa malaikat itu?” tanya Nabi Sulaiman As.
“Ya yang menjelma menjadi katak itu,” jawabnya. 
Setiap usai menerima kiriman daun hijau dan memakannya,
 si ulat mengucapkan syukur kepada Allah.
 “Maha Besar Allah yang menakdirkan aku hidup di dalam laut,
” kata ulat.
Di akhir ceritanya, Rasulullah Saw. lalu berkata, “Jika ulat yang
 tinggal di dasar laut saja Allah masih tetap memberinya makan, 
apakah Allah tega menelantarkan umat Muhammad soal rezeki 
dan rahmat-Nya?” tandas Rasulullah.
Kisah senada dapat pula kita simak. Syekh Imam az-Zahidi pada
 suatu hari ingin sekali membuktikan bahwa rezeki setiap 
makhluk itu memang betul-betul telah ditanggung Allah Swt.
 Ia segera pergi ke hutan, lantas naik ke sebuah bukit
 dan memasuki gua. Kemudian dia duduk manis di dalamnya
 seraya memperbanyak tasbih sebagaimana kebiasaannya 
sehari-hari. Dia pun ingin sekali melihat dengan mata 
kepalanya sendiri, bagaimana Allah memberi rezeki
 kepadanya. Ketika itu, dia juga berniat tidak akan memakan
 apa pun kecuali jika makanan itu masuk sendiri ke dalam 
mulutnya tanpa dengan suatu usaha.
Setelah keberadaannya dalam gua itu dirasakan cukup lama
, dan perutnya mulai merasakan lapar, tiba-tiba saja dia
 melihat sebuah kafilah yang tersesat, hujan pun turun 
dengan lebatnya, sehingga memaksa rombongan itu 
mencari tempat berteduh. Anehnya, yang ditemukan 
mereka justru gua yang dimasuki az-Zahidi tersebut.
 Setelah mereka memasuki gua seluruhnya, sejenak 
kemudian mereka terkejut melihat az Zahidi. Maka, 
segeralah mereka memanggilnya, “Hai penghuni gua!”
Namun, az-Zahidi hanya diam, berpura-pura tidak 
mendengar dan malah berlagak seperti orang kedinginan.
 “Mungkin saja orang ini kedinginan hingga tidak 
mampu untuk berbicara,” ucap seorang di antara kafilah itu.
Mereka segera mengumpulkan sampah-sampah gua untuk 
dibakar di dekat az-Zahidi dengan maksud agar badannya 
menjadi hangat. Setelah itu, mereka mengajak berbicara 
lagi, namun sepatah kata pun tidak keluar dan mulutnya. 
Maka, seseorang di antara mereka mengatakan, “Mungkin 
saja dia telah lama kelaparan.”
Sejenak kemudian, yang lain mengambil makanan yang
 ditaruhkan pada sebuah piring dan langsung disodorkan
 tepat di muka az-Zahidi. Lagi-lagi dia tidak bereaksi. 
Maka, seseorang berkata lagi, “Kita buatkan saja susu 
panas dan bekal kita dan kita bubuhi gula agar terasa
 lebih nikmat dan mudah ditelan.”
Beberapa saat kemudian segelas susu telah tersaji 
di gelas yang begitu mengundang selera. Ternyata, 
azZahidi tetap saja diam tidak bergerak. Malah seorang
 lagi mengatakan, “Wahai kawan, aku lihat mulutnya 
begitu rapat terkatup, mungkin saja dia kesulitan
 membukanya karena terlalu lama kedinginan, 
untuk itu tolong kalian mengambil pahat, kita 
congkel saja mulutnya agar bisa kita masuki
 makanan.”
Maka segera saja dua orang maju di samping az-Zahidi
 dengan membawa sebuah pahat untuk mencongkel 
mulutnya dan segera menjejali makanan ke dalamnya.
 Tepat saat ujung pahat tersebut telah menyentuh bibir
 az-Zahidi, gelak tawanya tidak tentahank n lagi.
 Mereka pun terkejut seraya mengatakan, “Gila kau!”
“Tidak, aku tidak gila, aku hanya ingin membuktikan 
bagaimana Allah betul-betul memberikan rezeki pada
 setiap hamba-Nya. Kesemuanya, kini telah terbukti 
bahwa Allah sungguh telah membagi rezeki 
hamba-hamba-Nya di mana pun berada,
 oh… hatiku kini betul-betul begitu mantap,” 
begitu az-Zahidi mengatakan pada mereka.
“… Barangsiapa bertakwa kepada Allah, 
niscaya Dia akan mengadakan baginya 
jalan keluar. Dan memberinya rezeki 
dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
 Dan barang siapa yang bertawakkal 
kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan
 (keperluan) nya. Sesungguhnya, Allah melaksanakan 
artisan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah 
telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” 
(QS. ath-Thalaaq [65]: 2-3).
Pernah pula, pada suatu hari dua orang yang sama-sama
 buta duduk menghadang Ummu Ja’far yang terkenal
 sebagai seorang ibu dermawan. Keduanya bermaksud 
agar mendapatkan sedekah darinya. Orang buta 
satunya sudah berkeluarg
a dan mempunyai banyak anak, maka dia lantas 
berdoa, “Ya Allah, berilah aku kemurahan
 rezeki-Mu yang begitu luas itu.”
Yang satunya lagi belum kawin, dan ketika itu 
dia berdoa, “Ya Allah, murahkanlah hati 
Ummu Ja’fan agar mau bersedekah kepadaku.”
Di saat itu, ternyata Ummu Ja’far telah berada
 di depan meneka hingga mendengar sendiri 
doa masing-masing orang buta itu. Begitu 
tersanjung hati Ummu J a’far ketika mendengar 
doa orang buta lajang ini, sehingga langsung saja
 dia memberi dua bungkus roti beserta ayam 
panggang sebagai lauknya yang di dalamnya 
disisipi uang tiga ratus dinar, namun dia tidak 
memberi tahu mengenai barang atau jumlah 
uang yang diberikannya. Sementara itu, 
si buta yang berdoa dengan mengandalkan 
kemurahan Allah hanya diberi uang dua 
dirham, itu saja.
Syahdan, Si buta yang menerima ayam panggang 
dan dua bungkus roti, ketika itu masih merasa 
kenyang hingga mengatakan pada seorang
 kawannya tadi, “Hai kawan, aku masih kenyang,
 untuk itu akan lebih baik jika kau beli saja 
makanan pemberian Ummu Ja’far ini,
 bagaimana?” desak si lajang.
“Berapa harganya?” tanya yang berkeluarga. 
“Cukup dengan dua dirham pemberian
 Ummu Ja’far tadi,” jawab Si lajang.
Peristiwa ini berjalan biasa-biasa saja. Namun,
 setelah satu bulan berlalu si lajang pun meminta 
Sedekah lagi pada Ummu Ja’far. Kali ini, kecurigaan 
Ummu Ja’far sudah tidak bisa ditutupi lagi, maka
 segera saja ia bertanya, “Tidakkah cukup uang 
tiga ratus dinar untuk membiayai hidupmu yang 
masih lajang itu dalam jangka dua bulan?”
Mendengar jawaban ini, si lajang terbengong-
bengong seraya mengatakan, “Ibu kan dulu 
hanya memberikan dua bungkus roti dan 
seekor ayam pang gang, dan itu pun telah 
kujual pada kawanku yang telah berkeluarga
 tersebut.”
Sekarang, ganti UmmuJa’far yang kebingungan.
 Sesaat kemudian, ibu itu mengatakan, “Memang 
benar ucapan kawanmu yang telah berkeluarga
 itu, dia telah memohon kepada Allah agar 
dimurahkan rezekinya, ternyata Allah telah 
memperkenankan doanya hingga Dia memberinya
 rezeki tanpa diduga sebelumnya. Sedangkan,
 kau sendiri meminta kepadaku untuk bermurah
 hati, namun Allah tidak menghendaki dirimu 
berkecukupan sehingga terjadilah apa yang 
seharusnya terjadi,” begitu nasihat UmmuJa’far.
Dan kisah-kisah di atas, kita bisa mengambil 
pelajaran berharga agar kita mengerti bahwa 
kaya dan miskin itu sudah ditetapkan Allah.
 Dia telah menentukan nasib seluruh manusia
 dengan bagian rezekinya masing-masing.
 Karena itu, tepatlah bila Syekh al-’Izz bin 
Abdis Salam al-Mishri pernah berkata:
 “Allah Swt. telah menciptakan manusia 
dalam berbagai derajat dan lapisan, 
dengan maksud agar orang yang kaya 
bisa menyuruh pihak orang miskin.
 Hal demikian merupakan bentuk 
keadilan Allah. Jika tidak ada 
kebijaksanaan seperti itu, siapa yang
 akan mengerjakan sawah, ladang, bekerja
 di pabrik-pabrik, atau yang mau menjadi
 suruhan dengan upah sepantasnya. Keha
rmonisan seperti ini tiada lain agar kemaslahatan 
umat tercipta, di samping untuk menguji agar
 dapat diketahui mereka yang ulet dalam 
menghadapi kehidupan ini dan mereka yang
 sabar dan ridha dalam menghadapi 
qadha’ dan qadar-Nya.”
Apa yang dikatakan oleh Syekh al-’Izz bin 
Abdis Salam al-Mishri tersebut tentu akan
 mengingatkan kita tentang hikmahnya 
mengapa Allah Swt. menjadikan golongan
 tertentu kaya dan golongan yang lain miskin.
 Di antara rujukan yang bisa kita dapat adalah
 uraian HerbertJ. Gans dalam
 The Uses of Poverty, yang menyebutkan
 fungsi seseorang dijadikan miskin yang 
dikaitkan pula dengan adanya 
orang-orang kaya.
Di antara fungsi atau jasa-jasa orang
miskin— sebagaimana yang disebutkan 
oleh Herbert J. Gans— adalah: (1) kemiskinan 
(orang-orang miskin) bermanfaat untuk menyubsidi 
berbagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan
 satu sama yang lain; (2) kemiskinan adalah
menyediakan tenaga kerja, artinya mana 
mungkin orang mau bekerja bila tidak 
sangat membutuhkan; (3) kemiskinan
 dapat menambah atau memperpanjang 
nilai guna barang atau jasa. Tidakkah
 Anda pernah menyaksikan di televisi,
 bagaimana senangnya orang-orang 
yang terkena gempa dan menjadi
 miskin menerima bantuan 
pakaian-pakaian bekas?; 
(4) kemiskinan adalah memperteguh
 status sosial orang-orang kaya; dan
 (5) kemiskinan dapat menyediakan 
lapangan kerja.

No comments:

Post a Comment